Selasa, 27 Desember 2011

Belajar dan Pembelajaran


Belajar atau pembelajaran mengacu pada satu istilah yang sama dalam bahasa Inggris, yaitu learning. Belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan perilaku yang bertahan lama, atau kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang merupakan hasil dari kebiasaan atau pengalaman dalam bentuk yang lain (Schunk, 2008:2). Slameto (2010:2) mengartikan belajar sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Belajar dapat juga diartikan sebagai perubah perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak dapat dinisbahkan ke keadaan temporer seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan (Hergenhahn dan Olson, 2009:8). Jadi belajar terjadi bila pengalaman menyebabkan perubahan pengetahuan atau perilaku seseorang.
Secara sederhana pembelajaran dapat juga diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup (Trianto, 2010:17). Dalam makna yang lebih kompleks, hakekat pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan interaksi peserta didik dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi, pembelajaran merupakan interaksi antara pengajar dan yang diajar yang diantara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ada enam ciri perubahan perilaku dalam pengertian belajar (Slameto, 2010:3), yaitu:
  1. Perubahan terjadi secara sadar. Maksudnya, peserta didik yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan perilakunya. Paling tidak dia merasakan telah terjadi suatu perubahan dalam dirinya.
  2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. Dalam hal ini peserta didik yang telah mendapat belajar suatu hal/konsep dapat menggunakan pengalamannya itu untuk belajar hal/konsep yang lain. Atau ia dapat meningkatkan kecakapannya dalam hal/konsep tersebut sehingga ia semakin baik atau sempurna.
  3. Perubahan dalam pembelajaran bersifat positif dan aktif. Perubahan-perubahan yang terjadi selama belajar senantiasa bertambah baik dari sebelumnya. Sehingga semakin banyak usaha untuk belajar semakin baik pula perubahan yang terjadi. Perubahan tersebut juga bersifat aktif, artinya perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha peserta didik itu sendiri.
  4. Perubahan dalam belajar bersifat permanen dan bukan bersifat sementara. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen, maksudnya bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Perubahan yang bersifat sementara atau temporer, seperti berkeringat, menangis dan sejenisnya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.
  5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Ini artinya perubahan perilaku yang terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik. Dengan demikian perbuatan belajar yang dia lakukan senantiasa diarahkan pada tingkah laku yang ingin dia capai.
  6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang diperoleh peserta didik setelah melalui proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku peserta didik tersebut. Jika peserta didik mengalami belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. 

Kemampuan belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar peserta didik ini, diantaranya adalah motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar dan konsep diri (Djaali, 2009:101).
Ada dua subjek yang terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu guru dan peserta didik. Diharapkan terjadi perubahan dalam diri peserta didik sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Perubahan tersebut bersifat non-fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan dan kecakapan peserta didik (Eko Putro Widoyoko, 2011:25).
Berbagai perubahan dalam diri peserta didik sebagai hasil proses pembelajaran dapat dikelompokan dalam dua katagori yaitu output dan outcome. Output merupakan kecakapan yang dikuasai peserta didik yang dapat segera diketahui setelah peserta didik mengikuti serangkaian proses pembelajaran. Ada juga yang mengatakan output merupakan hasil pembelajaran yang bersifat jangka pendek. Adapun yang disebut outcome merupakan hasil pembelajaran yang bersifat jangka panjang. Outcome ini menunjukkan prestasi sosial peserta didik peserta didik menguasai kecakapan-kecakapan yang diajarkan. Kecakapan akademik merupakan salah satu bentuk kecakapan yang termasuk dalam output pembelajaran. Dalam taksonomi Bloom, kecakapan akademik ini termasuk dalam ranah kognitif.

Selasa, 13 Desember 2011

Evaluasi Sarana dan Prasarana


A. Perencanaan Sarana dan Prasarana  
Perencanaan sarana dan prasarana persekolahan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. 
Tujuan perencanaan sarana prasarana adalah  untuk menghindari berbagai kesalahan yang mungkin terjadi seperti pengadaan  sarana prasarana yang  belum/tidak dibutuhkan atau  spesifikasi alat / bahan yang jauh dari yang diharapkan. Perencanaan juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi agar nantinya kegiatan dapat berjalan efektif dan efisien.
Secara singkat, perencanaan sarana prasarana sekolah dilakukan dengan tahap-tahap:
1. Identifikasi dan menganalisis kebutuhan sekolah
2. Inventarisasi sarana prasarana yang sudah ada
3. Mengadakan seleksi, yang  meliputi penyusunan konsep program (ada penanggung jawab, kegiatan yang konkrit, target terukur, batas waktu, pengalokasian dana) dan dan pendataan (jenis barang, jumlah barang, spesifikasi barang).

B. Pengadaan Sarana dan Prasar ana
Pengadaan sarana prasarana sekolah  merupakan segala kegiatan yang dilakukan dengancara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa cara pengadaan sarana prasarana sekolah adalah sebagai berikut:
1. Pembelian
2. Pembuatan sendiri
3. Penerimaan hibah atau bantuan
4. Penyewaan
5. Pinjamana
6. Pendaurulangan
7. Penukaran
8. Perbaikan atau rekondisi

C. Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Sarana prasarana yang telah dimiliki sekolah memerlukan pengelolaan yang baik agar penggunaannya menjadi efektif efisien serta menjamin berjalannya proses pemeliharaan dan inventarisasi yang terukur. Usaha-usaha tersebut dapat menjadikan sarana prasarana yang ada menjadi selalu dalam keadaan baik, siap digunakan, dan memiliki jangka waktu pemakaian yang panjang. 
Pada dasarnya pengelolaan sarana prasarana sekolah meliputi: pemanfaatan kegiatan pemeliharaan, inventarisasi,  dan penghapusan barang. 

D. Evaluasi Sarana dan Prasarana  
Pemaparan evaluasi sarana prasarana pada makalah ini ditekankan pada  pemenuhan standar sarana prasarana sesuai peraturan menteri pendidikan nasional nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana  untuk sekolah dasar/madrasah  ibtidaiyah  (sd/mi), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (smp/mts), dan  sekolah  menengah  atas/madrasah aliyah (sma/ma). Pada pasal 1 ayat (1) tertera: 
Standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA) mencakup  kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana.   

Penjelasan kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana terdapat pada lampiran permendiknas no. 24 tahun 2007  tersebut. 
Pelaksanaan evaluasi sarana prasarana sekolah saat ini cukup dipermudah dengan tersedianya format evaluasi yang dikeluarkan beberapa lembaga seperti BAN-S/M (Badan Akreditasi Nasional-Sekolah/Madrasah) dan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah  dalam program pengembangan Sekolah Standar Nasional. 
Pelaksana evaluasi sarana prasarana dapat dilakukan sendiri oleh pihak sekolah. Ini dikenal juga dengan istilah evaluasi diri. Dengan melakukan evalusi diri, sekolah dapat melihat secara jelas berbagai kondisi sesungguhnya dari sarana prasarana sekolah, apa kelebihan dan kekurangan yang mungkin ada. Selanjutnya sekolah dapat mengambil keputusan untuk tindak lanjut hasil evaluasi tersebut, berkenaan dengan penambahan sarana prasarana, pemeliharaan maupun pemanfaatan sarana prasarana yang telah ada. Pelaksana evaluasi juga dapat dilakukan oleh badan pemerintah yang ditunjuk seperti BAN-S/M. Evaluasi ini lebih bertujuan pada kebutuhan akreditasi sekolah dan melihat posisi sekolah dalam level kemajuan yang telah dicapai untuk memenuhi standar nasional pendidikan. Untuk sekolah yang sudah maju dimungkinkan juga memanfaatkan lembaga eksternal yang dianggap memiliki kapabilitas sebagai asesor seperti lembaga penyedia ISO. 
Secara ringkas pelaksanaan evaluasi sarana prasarana sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Menginventarisasi keberadaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah, baik dalam hal kondisi, jumlah, spesifikasi, maupun data lain yang diperlukan.
  2. Mengumpulkan data pendukung yang diperlukan seperti tanggal pengadaan, sumber pengadaan ataupun tanggapan pengguna sarana prasarana
  3. Mengisi formulir evaluasi yang tersedia sesuai dengan kondisi yang sebenarnya
  4. Merakapitulasi hasil evaluasi, baik data kualitatif maupun kuantitatif
  5. Menarik kesimpulan mengenai keseluruhan sarana prasarana sekolah, apakah sudah memenuhi standar minimal atau belum. 
  6. Melaporkan hasil evaluasi kepada pihak-pihak yang memerlukan